Pandemi Kekerasan Seksual pada Anak: Masyarakat Harus Jadi Garda Terdepan Pelindung.

Tidak hanya pandemi covid-19 yang saat ini melanda Tanah Air, namun juga pandemi kekerasan seksual yang terjadi pada anak. Mirisnya, kejahatan tersebut dilakukan oleh sejumlah orang dewasa, meski juga ada beberapa kasus yang dilakukan oleh anak di bawah umur. Kendati demikian, tidak bisa dipungkiri jika kejahatan seksual yang dilakukan oleh anak di bawah umur bermula dari meniru aksi orang dewasa yang juga melakukan kejahatan ataupun aksi yang sama. Bisa jadi, aksi-aksi tersebut bermula dari paparan film dan video porno, game online maupun offline atau bahkan melihat secara langsung orang-orang di sekitarnya.

Jika pelakunya adalah orang dewasa, jelas ini adalah sebuah kejahatan luar biasa yang bahkan sudah menyalahi hak asasi manusia. Orang dewasa yang seharusnya bisa menjadi contoh dan pelindung justru menjadi pelaku yang sudah seharusnya dihukum semaksimal mungkin. Berbeda cerita jika pelaku nya adalah anak di bawah umur, maka hal yang demikian haruslah perlu mendapatkan pendampingan dan pengarahan oleh lembaga-lembaga terkait. Pun juga tetap harus mendapatkan hukuman atas kesalahan yang sudah mereka lakukan.

Baik orang dewasa maupun anak-anak, berbagai tindak kejahatan seksual kerapkali menyasar orang-orang yang lemah, dan anak-anak adalah salah satunya. Jelas! Hal ini harus menjadi perhatian khusus bagi orang-orang waras di sekitarnya. Tidak hanya pemerintah, namun lingkungan, mulai keluarga haruslah mampu menjadi garda terdepan perlindungan terhadap aksi kekerasan seksual terhadap anak-anak.

Kasus Kekerasan Seksual pada Anak yang Meningkat

Sepanjang Januari hingga November 2021, tercatat 85 lebih kasus kekerasan seksual pada anak. Diprediksi, bahkan angka sebenarnya bisa lebih dari 85 mengingat banyaknya kasus yang tidak diungkap ke publik lantaran berbagai faktor. Semakin miris, karena beberapa kasus bahkan terjadi dilingkungan keluarga terdekat dan pelakunya adalah orang-orang yang seharusnya mampu melindungi si anak.

Tidak hanya itu, kasus kekerasan seksual juga banyak terungkap di lingkungan pendidikan. Sebut saja, kasus terbaru yang terjadi di Jawa Barat, dengan kedok sekolah gratis, seorang guru bahkan tega mencabuli puluhan siswanya yang masih di bawah umur. Atau kasus mencengangkan yang terjadi di Jakarta Selatan, dimana seorang guru les berusia 29 tahun tega mencabuli 14 anak didiknya.  Serta berbagai kasus-kasus lain yang cukup membuat hati miris.

Upaya Negara dalam Menangani Kasus Kekerasan Seksual pada Anak

Tidak benar jika kita menganggap negara tidak ikut andil dalam upaya pencegahan kekerasan seksual. Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juga sudah ditetapkan. Tidak cukup sampai disitu, hukuman bagi pelaku kejahatan seksual pada anak juga sudah diperberat. Namun sayangnya, hal tersebut sama sekali tidak memberikan efek jera kepada pelaku.

Berkaca dari fakta tersebut hingga mandulnya UU Perlindungan Anak agaknya perlu untuk dikaji ulang. Disini, negara sudah sangat maksimal dan jelas akan terus berupaya menjadi garda terdepan dalam perlindungan anak, terutama perlindungan atas para predator seksual yang mengancam.

Di tengah beban negara yang juga sangatlah besar, agaknya tanggung jawab ini sangat tidak adil jika hanya dipasrahkan kepada pemerintah. Pasalnya, pemerintah pun sudah siap dengan payung hukum yang tegas dan berat, namun lagi-lagi kekerasan seksual pada anak masih saja kerap terjadi. Bahkan, tidak hanya di kota besar namun juga di tingkat desa.

Masyarakat Harus Terjun Dalam Upaya Perlindungan Anak

Bagaimanapun juga, masyarakat di berbagai sektor sudah seharusnya bahu membahu memperbaiki keadaan ini. Kita bisa sebut ini sebagai sebuah terobosan baru dalam upaya perlindungan anak terhadap kekerasan seksual. Terobosan ini bisa kita mulai dari Posyandu sebagai Satgas Utama Perlindungan Anak dimulai dari sektor terkecil di lingkungan desa.  Sama dengan satgas pada umumnya, Satgas Perlindungan Anak ini memiliki 5 tugas utama, yaitu:

  1. Pendataan, kader posyandu yang sudah tersebar di lingungan desa, RT, RW dan kelurahan melakukan pendataan rutin terkait jumlah, pertumbuhan dan perkembangan biologis anak.
  2. Identifikasi Lingkungan, kemudian, para kader bisa melanjutkan dengan melakukan identifikasi di lingkungan keluarga, sekolah, tempat bermain dan lingkungan sekitar rumah. Identifikasi ini haruslah mampu menjawab sejumlah pertanyaan, seperti, apakah lingkungan aman bagi anak, apakah orang-orang di sekitarnya berpotensi membahayakan si anak, dan lain sebagainya.
  3. Mengedukasi, upaya edukasi juga penting untuk kembali gencar diadakan. Pendidikan seks penting untuk disampaikan agar anak pun bisa aware dengan bahaya kejahatan seksual yang mungkin akan mereka hadapi. Edukasi kepada masyarakat sekitar agar tidak apatis dengan tindakan kekerasan dan sebagainya juga penting untuk digalakkan.
  4. Pengawasan, kader posyandu dibantu dengan aparat di desa, seperti ketua RT, RW, kepala desa melakukan pengawasan secara berkala terkait berbagai kegiatan yang ada di lingkungannya. Termasuk di dalamnya, kegiatan pendidikan, pengajian, perkumpulan masyarakat dan lain sebagainya. Sehingga diharapkan, ketika muncul indikasi kegiatan yang berpotensi dan menimbulkan kecurigaan, upaya pengawasan bisa semakin intens untuk dilakukan.
  5. Mengevakuasi, ketika kejahatan seksual sudah terjadi, kader posyandu berkewajiban untuk melakukan evakuasi terhadap korban. Evakuasi ini tentu memindahkan korban ke tempat yang lebih aman dengan adanya pemulihan psikis dan perawatan kesehatan bagi korban. Sementara kasus hukum pelaku menjadi tanggung jawab aparat kepolisian hingga pemerintah setempat.

Jika pemerintah pusat, daerah dan masyarakat secara umum mau bergotong royong untuk ikut serta dalam upaya pencegahan kekerasan seksual pada anak, maka tindakan kejahatan tentu bisa kita minimalisir atau bahkan kita cegah secara sempurna. Edukasi terkait pentingnya pemulihan korban dan hukuman bagi pelaku juga sangat penting untuk terus digalakkan terlebih jika kasus menyangkut hubungan keluarga dekat.

Tentunya, perlindungan ini bukanlah satu-satunya tanggung jawab pemerintah, melainkan semua orang, termasuk kita, sebagai manusia yang beradab. Bagaimanapun juga, masa depan anak-anak sebagai generasi penerus bangsa harus terus kita upayakan salah satunya dengan menyediakan lingkungan yang sehat, aman dan bahagia sebagai tempat mereka bertumbuh dan belajar. Semoga!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *