Rencana Polri membentuk unit Detasemen Khusus (Densus) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) semakin mantap. Persiapan mulai struktur hingga anggaran pun telah disusun secara rapih. Begitu pula dengan pembentukan satuan tugas (Satgas) di bawah Densus Tipikor sudah dipetakan oleh Polri. Setidaknya hal tersebut terungkap saat Kapolri Jenderal Tito Karnavian rapat dengan Komisi III di Gedung DPR Kamis (12/10).
Dalam struktur organisasi yang telah dibentuk, nantinya Densus Tipikor bakal dipimpin oleh Kepala Densus (Kadensus) yang berada langsung di bawah Kapolri. Densus nantinya diisi oleh 3560 personil. Ribuan personil itu pun dibagi menjadi 6 Satgas untuk tipe A, 14 Satgas tipe B dan 13 Satgas untuk tipe C. “Densus ini akan dibawahi oleh jenderal bintang dua,” ujarnya.
Selain perancangan di bidang sumber daya manusia, di bidang anggaran pun telah disusun secara matang. Harapannya, soal penggajian pun disamakan dengan personil di KPK. Misalnya anggaran penyelidikan dan penyidikan dengan mengguanakan sistem index dan ad cost. Selain itu, mekanisme penggajian di KPK dapat pula diterapkan di Densus Tipikor. Jenderal polisi bintang empat itu merinci, dengan jumlah pegawai sebanyak 3560 orang dibutuhkan anggaran sebesar Rp786 miliar yang diperuntukan belanja pegawai. Sementara belanja barang yang diperuntukan operasional penyelidikan, penyidikan dan lainnya sebesar Rp359 miliar. Sedangkan belanja modal sebesar Rp1,55 triliun yang diperuntukan antara lain membangun sistem dan kantor beserta pengadaan alat penyelidikan, penyelidikan dan lainnya. “Totalnya mencapai Rp2,695 triliun,” ujarnya.
Jenis Anggaran Jumlah Anggaran
Belanja Pegawai Rp786 Miliar
Penyelidikan, Penyidikan dan lainnya Rp359 Miliar
Belanja Modal Rp1,55 Triliun
Total Anggaran (3560 personil) Rp2,695 Triliun
Polri, kata Tito, memang sudah berkoordinasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (Kemenpan). Bahkan telah disampaikan ke Presiden Joko Widodo dua bulan lalu. Tito pun meminta setelah konsepnya menjadi lebih matang dapat dibahas dalam rapat terbatas dengan presiden
“Kami sudah mengajukan permohonan kepada Presiden untuk menyampaikan paparan dalam rapat kabinet terbatas yang diikuti oleh Kementerian lembaga lainnya. Ini sedang kami tunggu waktunya,” katanya. Ketua Komisi III Bambang Soesatyo berpendapat Densus Tipikor memang mesti disiapkan segala sesuatunya bila ingin dibentuk di bawah institusi Polri. Komisi yang dipimpinnya pun berharap Densus Tipikor dapat berjalan di tahun 2018. “Densus Tipikor stretching-nya adalah kesiapan,” ujarnya.
Wakil Ketua Komisi III Desmon Mahesa khawatir adanya tumpang tindih kewenangan terhadap KPK dan Kejaksaan dalam bidang penyadapan. Mestinya pembentukan Densus Tipikor seperti halnya awal pembentukan KPK yakni semangat yang sama dalam menurunkan indeks korupsi di Indonesia. Termasuk meningkatkan peran Polri dan Kejaksaan dalam pemberantasan korupsi menjadi lebih maksimal.
“Karena kondisi lalu dengan sekarang trust-nya tidak berbeda jauh juga dua lembaga (Polri dan Kejaksaan, red) ini,” ujarnya. Satu atap
Salah satu hal yang disorot dengan terbentuknya Densus Tipikor adalah koordinasi dengan pihak penuntut umum, yakni Kejaksaan. Menurut Kapolri, pihaknya telah menyiapkan tempat satu atap di Polda Metro Jaya. Namun bila tidak bisa menjadi satu atap, setidaknya Kejaksaan Agung membentuk tim khusus yang melekat dengan Densus Tipikor. Dengan begitu, berkas perkara yang ditangani Densus tidak bolak balik.
Menurutnya kelebihan KPK antara lain penyidik dan penuntut umum dapat berkoordinasi langsung tanpa mengurangi kewenangan Kejaksaan dalam penanganan Tipikor. Atas dasar itulah Kapolri meminta bantuan dari Komisi III agar nantinya adanya kesepakatan bersama antara Polri dengan Kejaksaan terkait tim dari Kejagung. Sebab bila tidak satu atap, bakal menyulitkan pula penanganan berkas perkara bolak balik seperti penanganan perkara yang berjalan di Kepolisian.
“Ini yang menjadi persoalan Densus Tipikor,” katanya.
Jaksa Agung HM Prasetyo dalam rapat kerja dengan Komisi III pada Rabu (11/10) kemarin merujuk pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), JPU menerima hasil penyidikan dan penyelidikan yang dilakukan penyidik Polri. Karena itulah belum adanya aturan yang menjadi dasar penyatuan Bareskrim atau Densus Tipikor dengan penuntut umum dalam satu atap. Ia khawatir bila menjadi satu atap justru akan menyaingi KPK.
“Kami tetap mengacu pada KUHAP,” pungkasnya.
Penyangkalan Auditor BPK yang Sempat Dikunjungi Anggota DPR
Jejak Duit e-KTP “Mampir” di Singapura Hingga Paper Company, Untuk Siapa?
KPK Dukung Pembentukan Densus Tipikor
Densus Tipikor Tetap Memisahkan Penyidikan dan Penuntutan
KPK-POLRI Tingkatkan Kapasitas Penyidik Korupsi
Rencana Polri membentuk unit Detasemen Khusus (Densus) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) semakin mantap. Persiapan mulai struktur hingga anggaran pun telah disusun secara rapih. Begitu pula dengan pembentukan satuan tugas (Satgas) di bawah Densus Tipikor sudah dipetakan oleh Polri. Setidaknya hal tersebut terungkap saat Kapolri Jenderal Tito Karnavian rapat dengan Komisi III di Gedung DPR Kamis (12/10).
Dalam struktur organisasi yang telah dibentuk, nantinya Densus Tipikor bakal dipimpin oleh Kepala Densus (Kadensus) yang berada langsung di bawah Kapolri. Densus nantinya diisi oleh 3560 personil. Ribuan personil itu pun dibagi menjadi 6 Satgas untuk tipe A, 14 Satgas tipe B dan 13 Satgas untuk tipe C. “Densus ini akan dibawahi oleh jenderal bintang dua,” ujarnya.
Selain perancangan di bidang sumber daya manusia, di bidang anggaran pun telah disusun secara matang. Harapannya, soal penggajian pun disamakan dengan personil di KPK. Misalnya anggaran penyelidikan dan penyidikan dengan mengguanakan sistem index dan ad cost. Selain itu, mekanisme penggajian di KPK dapat pula diterapkan di Densus Tipikor.
Jenderal polisi bintang empat itu merinci, dengan jumlah pegawai sebanyak 3560 orang dibutuhkan anggaran sebesar Rp786 miliar yang diperuntukan belanja pegawai. Sementara belanja barang yang diperuntukan operasional penyelidikan, penyidikan dan lainnya sebesar Rp359 miliar. Sedangkan belanja modal sebesar Rp1,55 triliun yang diperuntukan antara lain membangun sistem dan kantor beserta pengadaan alat penyelidikan, penyelidikan dan lainnya. “Totalnya mencapai Rp2,695 triliun,” ujarnya.
Jenis Anggaran Jumlah Anggaran
Belanja Pegawai Rp786 Miliar
Penyelidikan, Penyidikan dan lainnya Rp359 Miliar
Belanja Modal Rp1,55 Triliun
Total Anggaran (3560 personil) Rp2,695 Triliun
Polri, kata Tito, memang sudah berkoordinasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (Kemenpan). Bahkan telah disampaikan ke Presiden Joko Widodo dua bulan lalu. Tito pun meminta setelah konsepnya menjadi lebih matang dapat dibahas dalam rapat terbatas dengan presiden
“Kami sudah mengajukan permohonan kepada Presiden untuk menyampaikan paparan dalam rapat kabinet terbatas yang diikuti oleh Kementerian lembaga lainnya. Ini sedang kami tunggu waktunya,” katanya.
Ketua Komisi III Bambang Soesatyo berpendapat Densus Tipikor memang mesti disiapkan segala sesuatunya bila ingin dibentuk di bawah institusi Polri. Komisi yang dipimpinnya pun berharap Densus Tipikor dapat berjalan di tahun 2018. “Densus Tipikor stretching-nya adalah kesiapan,” ujarnya.
Wakil Ketua Komisi III Desmon Mahesa khawatir adanya tumpang tindih kewenangan terhadap KPK dan Kejaksaan dalam bidang penyadapan. Mestinya pembentukan Densus Tipikor seperti halnya awal pembentukan KPK yakni semangat yang sama dalam menurunkan indeks korupsi di Indonesia. Termasuk meningkatkan peran Polri dan Kejaksaan dalam pemberantasan korupsi menjadi lebih maksimal.
“Karena kondisi lalu dengan sekarang trust-nya tidak berbeda jauh juga dua lembaga (Polri dan Kejaksaan, red) ini,” ujarnya.
Satu atap
Salah satu hal yang disorot dengan terbentuknya Densus Tipikor adalah koordinasi dengan pihak penuntut umum, yakni Kejaksaan. Menurut Kapolri, pihaknya telah menyiapkan tempat satu atap di Polda Metro Jaya. Namun bila tidak bisa menjadi satu atap, setidaknya Kejaksaan Agung membentuk tim khusus yang melekat dengan Densus Tipikor. Dengan begitu, berkas perkara yang ditangani Densus tidak bolak balik.
Menurutnya kelebihan KPK antara lain penyidik dan penuntut umum dapat berkoordinasi langsung tanpa mengurangi kewenangan Kejaksaan dalam penanganan Tipikor. Atas dasar itulah Kapolri meminta bantuan dari Komisi III agar nantinya adanya kesepakatan bersama antara Polri dengan Kejaksaan terkait tim dari Kejagung. Sebab bila tidak satu atap, bakal menyulitkan pula penanganan berkas perkara bolak balik seperti penanganan perkara yang berjalan di Kepolisian.
“Ini yang menjadi persoalan Densus Tipikor,” katanya.
Jaksa Agung HM Prasetyo dalam rapat kerja dengan Komisi III pada Rabu (11/10) kemarin merujuk pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), JPU menerima hasil penyidikan dan penyelidikan yang dilakukan penyidik Polri. Karena itulah belum adanya aturan yang menjadi dasar penyatuan Bareskrim atau Densus Tipikor dengan penuntut umum dalam satu atap. Ia khawatir bila menjadi satu atap justru akan menyaingi KPK.
“Kami tetap mengacu pada KUHAP,” pungkasnya.
(Baca Juga: Densus Tipikor Tetap Memisahkan Penyidikan dan Penuntutan)
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai anggaran triliunan rupiah yang dibutuhkan Polri dalam pembentukan Densus Tipikor adalah wajar. Menurutnya anggaran Densus Tipikor nantinya menjadi bagian dari anggaran Polri. “Karena itu bagian dari anggaran Polri dan anggaran Polri semakin besar kita berikan. Wajar saja,” katanya.
Menurutnya, KPK dengan anggarannya membiayai 100 pegawai. Sedangkan Polri membiayai 400 ribuan personil. Bila KPK hanya dengan satu kantor, Polri berada di ribuan tingkat kecamatan. Atas dasar itulah Fahri menilai wajar dengan ribuan personil yang dibutuhkan menjadi konsep pembentukan Densus Tipikor hingga tingkat kecamatan.
Lebih lanjut Fahri berpendapat Densus Tipokor bukan satu institusi yang keluar dari fungsi penegakan hukum terdapat di dalam UU Kepolisian maupun KUHAP. Sebab Densus Tipikor hanyalah unit di tubuh Kepolisian yang fokus terhadap perkara dan isu korupsi. Karena itulah Densus Tipikor tidak memiliki eksistensi kewenangan. Sebaliknya, kewenangan Densus menjadi bagian dari kewenangan Polri
“UU yang digunakan KUHP, KUHAP, dan UU Tipikor. Tetapi badan dan bodinya tidak bisa seperti KPK. Karena KPK itu institusi transaksional, sementara kepolisian intitusi permanen,” pungkasnya.
Sumber: Hukumonline.com