Bisakah Anak Dihadirkan Sebagai Saksi Sidang Perceraian?

Bisakah Anak Dihadirkan Sebagai Saksi Sidang Perceraian – Secara umum, proses persidangan, termasuk sidang perceraian haruslah menghadirkan minimal 2 saksi. Dalam konteks sidang perceraian, kehadiran 2 saksi ini juga bisa menentukan apakah perceraian bisa dilakukan atau tidak. Sebaliknya, ketidakhadiran saksi, sudah jelas akan membuat perkara perceraian ini batal.

Nah, pada praktiknya, pertikaian dalam rumah tangga yang berujung pada perceraian, pastilah akan melibatkan orang-orang terdekat dalam rumah tangga, salah satunya anak. Bisa kita bilang, bahwa anak bisa menjadi saksi kunci adanya perselisihan di dalam rumah. Namun, apakah hal ini boleh kita lakukan? Atau hal ini justru akan memperburuk keadaan? Yuk kita bahas disini!

Bisakah Anak Dihadirkan Sebagai Saksi Sidang Perceraian?

Pada dasarnya, jika merujuk fungsi dan kategori saksi, maka anak bisa jadi sudah memenuhi unsur tersebut. Hal ini sesuai dengan Pasal 145 HIR/172 Rbg. Yang mengatakan bahwa seorang anak berusia 15 tahun boleh dan dapat dijadikan saksi dan harus disumpah, meskipun secara peraturan perundang-undangan belum dapat dikatakan sebagai seorang yang dewasa.

Namun, jika dimungkinkan untuk bisa mencari alat bukti lainnya, maka tetap kami sarankan agar anak tidak dihadirkan sebagai saksi sidang perceraian. Mengapa demikian? Berikut alasan yang bisa kami rangkum!

  1. Kehadiran anak di sidang perceraian perceraian dikhawatirkan akan berpotensi memberikan kesaksian palsu. Hal ini karena adanya ikatan darah atau hubungan yang dekat antara anak dan ayah, ataupun anak dan ibu.
  2. Saksi anak di sidang perceraian berpotensi memperburuk keadaan atau hubungan harmonis antara anak dan kedua orang tuanya. Bagaimanapun, anak hasil perceraian masih merupakan tanggung jawab oleh kedua orang tuanya, kendati hubungannya sudah tidak lagi sebagai suami istri.
  3. Kemudian, hal ini juga menjadi concern lantaran berpotensi memberi dampak psikis atau mental terhadap anak. Karena bagaimanapun, perceraian kedua orang tua, bisa jadi mimpi buruk bagi sang anak.
  4. Yang terakhir, kehadiran saksi anak dikhawatirkan melahirkan perpecahan baru yang justru akan memperburuk keadaan di kemudian hari.

Berdasarkan PP No. 9 Tahun 1975 atau Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam atau alasan lainnya yang tersebut di dalam pasal perkara gugatan perceraian menyebutkan bahwa anak kandung atau anak dari keluarga dekat dapat dijadikan saksi meskipun belum mencapai umur 18 tahun karena saksi dari pihak keluarga wajib dihadirkan sebagai saksi tanpa adanya pengecualian.

Namun pada praktiknya, pelaksanaan UU ini haruslah diperhatikan secara seksama agar tetap seusai dengan UU Perlindungan Anak. Bahwa, UU tersebut  mengatakan setiap anak berhak tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekuasaan dan diskriminasi.

Kehadiran anak sebagai saksi sidang perceraian bisa jadi berpotensi melanggar semangat UU Perlindungan anak. Meski hal ini diperbolehkan, namun alangkah baiknya jika ini menjadi opsi terakhir. Bahkan, ketika anak dihadirkan dalam sidang, mereka harus berada di ruangan terpisah dari orang tua untuk menghindari ketidakharmonisan hubungan antar orang tua dan anak.

Konsultasi Seputar Hukum, Pendampingan dan Layanan Profesional?

Jika Anda ingin berkonsultasi terkait hukum, membutuhkan layanan pendampingan hukum secara professional, jangan ragu hubungi tim kami ya. Untuk info lengkapnya, akses website kami di pengacaraperceraianbhp.com. Salam keadilan!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *