Kicauan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Fahri Hamzah soal pekerja Indonesia di luar negeri menuai polemik di media sosial. Setelah menghapus kicauan tersebut, Fahri juga meminta maaf atas pernyataannya.
Sebelumnya, ia juga menjelaskan tentang konteks pernyataannya agar tak menimbulkan kesalahpahaman lebih jauh di publik.
“Tapi, apapun, kita harus berhadapan. Kepada pemangku profesi yang merasa terhina saya minta maaf. Terima kasih,” tutur Fahri melalui akun Twitter resminya, @Fahrihamzah, Selasa (24/1/2017) malam.
Adapun kicauan Fahri sebelumnya dianggap merendahkan profesi tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri. Bahkan, Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri turut merespons kicauan Fahri tersebut.
“Anak bangsa mengemis menjadi babu di negeri orang dan pekerja asing merajalela,” begitu bunyi kicauan Fahri yang diunggah Selasa subuh, pukul 04.14 WIB.
(Baca: TKI di Hongkong Tuntut Fahri Hamzah Minta Maaf atas Kicauan di Twitter)
Terkait kicauannya yang menimbulkan polemik, Fahri menganggapnya sebagai bahan untuk intropspeksi diri. Terlebih lagi, pernyataannya tersebut membuat dirinya menjadi bulan-bulanan netizen. Namun, Fahri tak mempermasalahkan hal itu.
“Ya harus banyak senyum. Harus menerima baik kritikan orang. Introspeksi biar positiflah,” kata Fahri.
Fahri menjelaskan, kicauannya sebetulnya tak berdiri sendiri, melainkan tengah fokus mengomentari isu nasional. Ia pun tak menduga kicauannya akan berdampak pada reaksi keras sejumlah pihak.
Beberapa isu yang dikomentarinya berkaitan dengan makar hingga coretan di bendera Merah Putih.
“Jadi, tadi si pembawa bendera itu sudah dilepas. Ini kan polisi bekerja berdasarkan provokasi, terutama dari media dan medsos, lalu dia memilih kasus-kasus untuk menyibukkan diri, padahal itu enggak ada manfaatnya,” tutur Fahri.
(Baca: Fahri Hamzah Hapus Kicauan soal TKI di Twitter, Ini Alasannya)
“Saya tahu misalnya isu makar akhirnya enggak ada juga, semua orang diperiksa, dijadikan tahanan, lalu tahanan kota, akhirnya enggak jadi juga. Ada yang diajak damai dan seterusnya,” kata dia.
“Lalu, muncul isu lain lagi, isu bendera. Provokasi lagi, kemudian ada yang ditangkap,” katanya.
Fahri mengatakan, atas sejumlah peristiwa di dalam negeri, dia menyimpulkan bahwa Indonesia sedang kehilangan prioritas untuk ditangani. Padahal, banyak persoalan yang seharusnya diutamakan.
“Prioritas kita ini saya tunjukkan bahwa hutan kita dibabat orang, pipa-pipa baja kita disedot negeri orang. Padahal, warga kita mengemis meminta kerja menjadi pakai istilah babu. Sebenarnya, istilah ini enggak ada. Sementara pekerja asing kita biarkan merajalela. Concern saya adalah prioritas,” ucap Fahri.
Kedua, sebagai Ketua Tim Pengawas Tenaga Kerja, ia mengaku sangat mengetahui nasib pekerja Indonesia di luar negeri. Kondisinya tragis bahkan tak jarang ada yang diperbudak. Ia menegaskan kalimat pada kicauannya tak ada hubungannya dengan penghinaan.
Sumber: Kompas.com