Proses Penyidikan Kasus Pencabulan Anak di Luwu Timur Distop: Ada Apakah Gerangan? – Keputusan penyidik kepolisian untuk menghentikan kasus dugaan pencabulan tiga orang anak di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi selatan tuai banyak kontroversi. Proses penyelidikan kasus pencabulan yang dilakukan oleh bapak kandungnya sendiri itu diberhentikan karena tidak adanya tindak pidana yang dilaporkan oleh ibu korban R di Mapolda Sulsel.
Alasan pihak kepolisian memberhentikan kasus ini karena setelah disimpulkan, kasus ini tidak dapat ditingkatkan ke tahap penyelidikan karena tidak adanya peristiwa pidana yang ditemukan. Komang sebagai Kombespol di Mapolda Sulsel berikan penjelasan jika kasus tidak ada unsur pidana dalam kasus ini. Hasil visum terhadap tiga korban ini juga tidak ditemukan adanya bekas luka akibat dugaan pencabulan.
Proses hasil visum ini ternyata sudah digelar pada dua tempat berbeda seperti di Puskesmas Malili dan Tim Forensik Rumah Sakit Bhayangkara Makasar. Hasil dari visum tersebut juga sama, yaitu tidak adanya bekas luka akibat dugaan pencabulan yang dilaporkan sebelumnya.
Dengan adanya perkara kasus ini, Komang dan tim gabungan pastikan jika tiga anak dan pelapor ini akan dapatkan perlindungan terbaik. Pelaksanaan rekomendasi ahli dalam rangka perlindungan, pemulihan pada pelapor maupun tiga anaknya telah dapatkan fasilitas oleh LPSK.
Perkara kasus ini juga melibatkan sejumlah pihak, seperti dari krimum Polda Sulsel, Kompolnas, KSP, LPSK, KSP, KPPA, PDFI, Apsifor, dan LBH Makasar.
Kejanggalan Proses Hukum Pencabulan Anak di Luwu Versi LBH
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makasar, Sulawesi Selatan ikut andil dalam pendampingan kasus dugaan pencabulan terhadap tiga orang anak yang terduga pelakunya adalah ayah kandungnya. Pihak LBH temukan beberapa kejanggalan dalam proses penyelidikan kasus yang telah dihentikan oleh Polres Luwu Timur pada 2019 silam.
Aziz Dumpa selaku Wakil Direktur LBH Makassar berikan penjelasan jika ibu korban melaporkan kasus ini pada pihak kepolisian dengan dugaan pencabulan tiga anaknya pada oktober 2019. Setelah itu, proses penyelidikan pun dilakukan. Akan tetapi, hanya sekitar 2 bulan Polres Luwu Timur mengeluarkan surat perintah pengehentian penyelidikan (SP3) pada kasus ini.
Dengan adanya hal ini, pihak dari LBH Makassar curiga bahwa sudah ada dugaan malprosedur saat awal proses penyelidikan kasus ini. Pihaknya tegaskan jika pengeluaran surat SP3 ini tidak layak karena telah adanya malprosedur sejak awal. Yang artinya adanya keberpihakan pada terlapor sejak awal.
Dalam proses penyelidikan kasus ini, Aziz dan pihaknya temukan sejumlah kejanggalan dan keberpihakan pada terlapor. Contoh jelasnya itu karena terlapor adalah oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kabupaten Luwu Timur.
Pihak LBH Makassar juga melakukan pengaduan pada P2TP2A Luwu Timur karena adanya pelanggaran pada pelaku ASN. Dan ternyata waktu pemeriksaan korban di P2TP2A itu berteman dengan terlapor sehingga muncul banyak kejanggalan.
Aziz juga berkata jika proses penyelidikan kasus ini terbilang sangat singkat sejak adanya laporan ibu korban pada Polres Luwu Timur pada Oktober dan akhirnya prosesnya berhenti pada Desember 2019.
Menurutnya, Pemeriksaan hanya dua itu terbilang cukup aneh. Padahal masih ada banyak waktu untuk proses penyelidikan lebih dalam lagi. Kejanggalan kasus ini juga seharusnya Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Luwu Timur memeriksakan terlapor pada psikiater. Bukannya malah ibu korban yang jalani pemeriksaan oleh psikiater. Selain itu, proses pemeriksaan psikiater dari P2TP2A Luwu Timur itu pun terbilang singkat.
Pada akhirnya, pihak Mabes Polri menyatakan penghentian penyelidikan kasus dugaan pencabulan ini hanya sementara dan kasus ini mungkin masih akan dibuka kembali juga ada bukti baru.