Penayangan Glorifikasi – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) harus bertanggung jawab atas penayangan glorifikasi Eks Napi Kekerasan Seksual. Lembaga tertinggi negara yang bertanggung jawab untuk menyeleksi dan mengatur tayangan media elektronik tersebut sejatinya adalah lembaga sentral yang mengontrol sebuah tayangan layak atau tidak untuk ditampilkan. Terlebih, untuk tayangan TV Nasional dimana seluruh masyarakat Indonesia bisa mengakses secara bebas, sebuah tayangan haruslah mendidik dan tidak sarat akan kontroversi.
Belakangan, lembaga Penyiaran Indonesia tengah banyak mendapatkan sorotan dari publik lantaran memberikan izin penayangan glorifikasi atas kebebasan Eks Napi Kekerasan Seksual. Seperti yang sudah kita ketahui sebelumnya, eks napi tersebut adalah pedangdut kondang Saiful Jamil yang baru saja menghirup udara bebas setelah 8 tahun lama mendekam di sel kelas 1 Lapas Cipinang Jakarta Timur.
Ironisnya, pembebasan sang pedangdut tersebut diwarnai dengan aksi arak-arakan dan penyambutan berlebihan yang dilakukan oleh sejumlah fans dan kerabat juga beberapa wartawan yang turut hadir untuk mengambil liputan. Bukan tanpa alasan, Saiful Jamil adalah eks narapidana kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur ditambah dengan kasus penyuapan panitera Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Tentu, hal ini membuat publik geram atas adanya penyambutan berlebihan terhadap mantan narapidana kasus pelecehan seksual.
KPI Harus Bertanggung Jawab
KPI dan KPID atau Komisi Penyiaran Indonesia Daerah sejatinya memiliki wewenang mutlak yang juga tercantum dalam UU No. 32 tahun 2002. Dalam undang-undang menyebutkan sejumlah wewenang yang dimiliki oleh KPI dan KPID. Wewenang tersebut diantaranya:
- Menetapkan standar program siaran
- Menyusun peraturan dan pedoman perilaku penyiaran
- Mengawasi pelaksanaan peraturan dan Pedoman perilaku penyiaran serta Standar Program Siaran
- Memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan Pedoman perilaku penyiaran serta standar program penyiaran
- Melakukan koordinasi dan/atau kerjasama dengan pemerintah, lembaga penyiaran dan masyarakat.
Berdasarkan kelima wewenang di atas, secara tidak langsung KPI pun bertanggung jawab mutlak untuk menjamin bahwa masyarakat memperolah informasi yang layak, tepat, benar, serta mendidik melalui saluran tv nasional. Lolosnya tayangan glorifikasi pembebasan eks napi pelecehan seksual jelas sudah mencoreng wewenang KPI selalu algojo tunggal terhadap boleh tidaknya suatu tayangan tampil di media publik.
Bukan tanpa alasan, penyangan glorifikasi eks napi pekecehan seksual tersebut jelas berbahaya, baik untuk si korban, masyarakat maupun kasus-kasus pelecehan seksual yang mungkin kini masih belum terungkap ke permukaan. Jika KPI tidak turun tangan dalam melarang adanya penayangan terhadap glorifikasi pembebasan eks napi pelecehan, maka sejumlah resiko bisa saja terjadi. Risiko tersebut adalah:
- Adanya anggapan bahwa kasus pelecehan seksual adalah sebuah kasus yang biasa dan wajar. “Pembiasaan” ini jelas sangat berbahaya karena bisa memicu meningkatkan kasus pelecehan seksual di masa mendatang. Bahkan, hal ini juga bisa membuat para pelaku yang masih belum terungkap merasa tenang karena para korban yang merasa takut untuk melapor.
- Tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku, eks pelaku, ataupun para pelaku yang masih belum terungkap. Terlepas apakah yang bersangkutan sudah berubah/ “sudah bertobat”, namun tindakan penyambutan berlebihan sama sekali suatu yang tidak dibenarkan. Bisa jadi, tidak adanya sanksi sosial atau justru masyarakat sekitar yang malah menyambut akan berpotensi membuat para pelaku mengulangi perbuatan mereka di masa mendatang.
- Aksi glorifikasi sekaligus penayangannya di media elektronik jelas menciderai hati dan perasaan korban dan keluarga. Pasalnya, korban jelas mengalami trauma yang tentu membutuhkan waktu yang lama untuk disembuhkan atau bahkan sama sekali tidak bisa disembuhkan. Dengan penyambutan kepada pelaku justru akan kembali membuka luka lama dan semakin membuat si korban sakit hati.
Sekali lagi, KPI sebagai lembaga berwenang dalam hal penyiaran, haruslah bersikap bijak dan memperhatikan sejumlah risiko di atas. Tentu, penayangan glorifikasi atau dengan tetap memberikan ruang bagi eks napi pelecehan seksual untuk tampil di ruang publik bisa menjadi batu cambuk atas peningkatan kasus pelecehan seksual di kemudian hari.