Memperingati Hari Anti Korupsi Sedunia yang jatuh pada Kamis, 9 Desember 2021 kemarin, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan data yang cukup miris terkait aksi tindak pidana korupsi. Angka tersebut bahkan menunjukkan bahwa masih tingginya angka korupsi di tingkat kepala daerah. Kendati nominalnya tidak cukup besar dibandingkan kasus-kasus berskala nasional, namun hal ini tentunya tidak patut jika diremehkan begitu saja.
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengatakan jika upaya pengungkapan dan pengadilan kasus korupsi yang dilakukan oleh Kepala Desa bahkan harus mengeluarkan biaya yang cukup besar. Ironisnya, angka korupsi di tingkat pemerintahan desa masih sangatlah tinggi di Indonesia. Sehingga, harus ada upaya pencegahan dan juga tindakan agar yang bersangkutan bisa segera mempertanggung jawabkan hukumannya. Namun dengan cara yang jauh lebih efisien.
Ya! Budget tinggi yang harus dikeluarkan negara ketika harus memproses hukum para “maling” uang rakyat di tingkat pedesaan yang tidak sebanding dengan nominal yang mereka keluarkan membuat proses pengusutan sedikit terlambat. Kendati demikian, adalah sebuah kesalahan jika tindak kejahatan korupsi tidak diadili dan dituntaskan secepat mungkin karena menyangkut hajat hidup orang banyak.
Solusi KPK Mengatasi Kasus Korupsi Kepala Desa
Mengatasi kasus tersebut, Alex memberikan solusi kongkrit yang jauh lebih efekktif. Solusi tersebut adalah dengan memproses kasus korupsi kepala desa pada lingkup kedaerahan. Singkatnya, para kades yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi harus mengembalikan uang yang dia ambil dan mengembalikannya pada kas desa. Tidak cukup sampai disitu, efek jera harus tetap ditegakkan dengan memberhentikan kades yang bersangkutan secara tidak hormat.
Musyawarah bersama masyarakat dan perangkat desa setempat juga penting untuk dilakukan. Sekalinya muncul kasus, aparat penegak hukum di lingkup desa bisa melakukan musyawarah dan menginformasikan semua temuan korupsi kepada warga secara jelas. Kemudian, tawaran untuk memenjarakan atau cukup mengembalikan dan memberhentikan yang bersangkutan dari jabatannya menjadi wewenang masyarakat yang memilih.
Setidaknya, melalui cara ini, pelaku tindak pidana korupsi bisa mendapatkan efek jera karena sudah pasti secara psikologis akan terguncang karena tidak lagi mendapatkan kepercayaan masyarakat sekitarnya. Jelas, hal ini juga mampu mencegah aparatur pemerintahan desa lainnya untuk melakukan kesalahan yang sama.
Sehingga, cara ini terbilang akan jauh lebih efektif ketimbang harus membawa para pelaku korupsi ini ke pengadilan pusat. Karena pasti budget yang dikeluarkan akan jauh lebih besar. Sekali lagi, Alex menegaskan jika pelaku tindak pidana korupsi tidak semuanya akan diproses di pengadilan pusat dan dipenjarakan. Semuanya tergantung dari segi keefektifitasan hingga bagaimana pertimbangan lembaga hukum yang berwenang.
Untuk kasus korupsi yang dilakukan oleh aparatur desa, Kepala Desa, misalnya, tindakan paling efektif tentu cukup dengan memberhentikan mereka secara tidak hormat serta meminta untuk mengembalikan uang sesuai dengan nominal yang mereka korupsi. Kemudian, uang tersebut bisa kembali ke sebagaimana ia berada seharusnya. Ketika uang sudah kembali dan bisa didistribusikan sebagaimana mestinya, bukankah ini cukup ketimbang negara harus keluar budget berlebih untuk mengadili pelaku ke ranah nasional.
Upaya Pencegahan Tindak Pidana Korupsi Harus Dimulai dari Desa
Seperti yang telah kita ketahui, desa adalah miniatur negara. Dimana, proses pemilihan pemimpinnya melalui musyawarah mufakat dengan melibatkan campur tangan masyarakat sekitar secara menyeluruh. Ini adalah praktik demokrasi terbaik di tingkat bawah yang tentu bisa merepresentasikan kualitas demokrasi di tingkat nasional.
Sehingga, jika muncul sebuah kasus di tingkat pedesaan, maka tindakan cepat sangat kita butuhkan. Tidak hanya sekedar mengadili, namun efektifitas harus dipertimbangkan agar upaya yang dikeluarkan justru tidak merugikan banyak pihak. Salah satu caranya adalah dengan meminta yang bersangkutan untuk mengembalikan seluruh uang hasil korupsi dan memberhentikannya dari jabatan yang kini ia emban.
Di samping itu, peran serta masyarakat untuk mencegah praktik-praktik korupsi di lingkungan desa juga sangatlah penting. KPK meminta masyarakat pedesaan untuk lebih aktif dan pek terhadap aktivitas keuangan para aparatur sipilnya. Sangat dibenarkan jika masyarakat secara sadar dan aktif meminta transparansi dana dan pertanggung jawaban yang sesuai dengan realita di lingkungan.
Untuk sampai ke titik tersebut mungkin sangatlah berat, namun juga tidak berarti mustahil untuk dilakukan. Dengan edukasi rutin kepada masyarkat, rencana ini bisa terealisasi dan angka tindak pidana korupsi di desa angkanya bisa berkurang atau bahkan hilang.