Hakim konstitusi Patrialis Akbar ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi terkait dugaan penerimaan suap dalam penanganan uji materi di Mahkamah Konstitusi.
Mantan Ketua MK, Jimly Asshiddiqie berharap, agar publik memisahkan kasus tersebut dari MK secara kelembagaan.
“Ini bukan MK, tapi pribadi orang yang harus dipisahkan dari masalah lembaganya,” kata Jimly saat dihubungi Kompas.com, Jumat (27/1/2017).
Jimly mengatakan, ada sembilan hakim yang bertugas menjaga konstitusi. Menurut dia, kesembilan hakim yang dipilih oleh eksekutif, judikatif dan legislatif itu memiliki kekuasaan yang independen dalam membuat putusan.
“Jadi, kalau ada satu orang yang menyimpang, ya enggak apa-apa. Kan masih ada delapan orang baik,” ujarnya.
Patrialis ditangkap setelah diduga menerima suap senilai 20.000 Dollar AS dan 200.000 Dollar Singapura, atau senilai Rp 2,15 miliar.
Pemberian dari pengusaha impor daging Basuki Hariman tersebut diduga agar Patrialis membantu mengabulkan gugatan uji materi yang sedang diproses di Mahkamah Konstitusi.
Perkara gugatan yang dimaksud, yakni uji materi nomor 129/puu/XII/2015. Pengujian tersebut terkait Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Patrialis membantah menerima suap. Patrialis justru menganggap dirinya sebagai korban, bukan seorang pelaku korupsi.
Ia meminta agar para hakim Mahkamah Konstitusi serta masyarakat memahami bahwa dirinya sedang mendapat perlakuan tidak adil.
“Demi Allah, saya betul-betul dizalimi. Saya tidak pernah menerima uang satu rupiah pun dari Pak Basuki,” ujar Patrialis.
Sumber: Kompas.com