Jelang HUT Kemerdakaan: Bagaimana Kualitas Demokrasi Indonesia –Berdasarkan pada sebuah tiga kajian laporan utama yaitu 2020 The Economist Intelligence Unit (EIU) Indeks Demokrasi Indonesia 2019 dan 2021 Democracy Report, Wasisto Raharjo Jati, Staff Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) telah menyampaikan bahwa kualitas demokrasi Indonesia kian menurun.
Secara spesifik, laporan The Economist Intelligence Unit (EIU) dan Indeks Demokrasi Indonesia telah menggaris merahi bahwa menurunya kebebasan berekspresi dan mengutarakan sebuah pendapat sebagai hal yang utama terhadap menurunya kualitas demokrasi di Indonesia.
Pada catatan Kompas (2020), setelah rezim totalitarian Orde Baru runtuh, Indonesia mempunyai komitmen untuk menerapkan sebuah demokrasi yang mapan dan terkonsolidasi sampai ke lapisan bawah.
Namun, proses transisi ini yang membutuhkan perjalanan yang panjang bukan berarti tanpa halangan. Sejak jatuhnya Indeks Demokrasi Indonesia yang dirilis oleh Economist Intelligence Unit (EIU) dengan skor Indonesia 6.3. Point 6.3 menempatkan Indonesia mendapatkan peringkat ke-64 dunia, hal ini menjadi catatan yang terburuk mengenai kualitas demokrasi di Indonesia dalam perjalanan 14 tahun terakhir.
Menariknya lagi, seperti juga ditulis pada Lokadata (2021), membahas tentang kemerosotan kualitas demokrasi di Indonesia terjadi pada saat Indonesia dipimpin oleh seorang yang mempunyai latar belakang sipil : Joko Widodo
Laporan EIU, kualitas demokrasi di Indonesia sudah terbukti turun pada 10 tahun terakhir ini dengan grafik yang sudah terlihat pada tahun 2015, periode awal Joko Widodo yang menjabat sebagai Presiden. Laporan ini juga mengungkapkan bahwa 2 dari 5 indikator penilaian turut cukup siginifikan, yaitu variable kebebasan sipil dan budaya politik yang terjun bebas lebih dari 20 %. Mulai dari penangkapan aktivis, pembubaran aksi-demokarsi, sampai dengan pembungkaman masyarakat lewat upaya peretasan media sosial. Hal ini kian mengafirmasi laporan turunya indeks kualitas demokrasi di Indonesia.
Hal pertama yang sangat penting untuk di catat yaitu turunya kualitas demokrasi di Indonesia adalah adanya peran aktif militer dalam peran sipil. Jika dibandingkan dengan presiden SBY, Presiden Jokowi sangat memberikan tempat kepada semua militer dalam berbagai sektor publik.
Dimulai dari sektor pertanian, keamanan, penanggulangan bencana alam, transportasi publik dan menjadi bagian penting tugas Covid 19. Peran intelijen sangat intens dalam mengawasi akun sosial media serta mengitimidasi melalui nomor yang tidak dikenal yang ditujukan kepada mereka yang vocal terhadap kebijakan pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa tentara dan polisi kian ketat dalam mengawasi interaksi sosial ini jelas sangat berdampak pada turunya demokrasi.
Hal yang kedua, semakin diperkuat dengan hubungan disharmonis antara kubu nasionalis dan pluralis dengan konservatif yang memicu munculnya sentiment polarisasi. Tindakan ini telah berlanjut, misalnya pembubaran FPI, labelisasi “teroris” sampai dengan penangkapan Habib Rizieq Shihab yang terkadang salah dalam konteks dan tidak ada ruang untuk akomodasi politik terhadap kubu Islamic. Hal ini lah yang menimbulkan sebuah kedengkian dan kemarahan semua politis.
Hal yang ketiga, masalah favoritisme politik. Hal ini berimbas pada kuatnya ketergantungan yang kemudian terkonversi jadi dukungan publik kepada petahana. Pemilu menjadi ajang legitimasi bagi penguasa dan keluarga, semakin penting dan berakarnya personalisasi politik ini yang berdampak pada sikap yang lebih mementingkan anggota keluarga inti sebagai pengganti. Pola ini memunculkan system warisan kekuasaan.
Pada waktu lalu KPU mencatat bahwa ada 16 pasangan kandidat kepala daerah yang memiliki hubungan keluarga atau kerabat dengan elit petahana di kota Jakarta. Termasuk Bobby Nasution, menantu Presiden Jokowi yang menjadi Walikota Medan dan Gibran Rakabuming Raka Putra sulung Presiden Jokowi sebagai Walikota Solo.
Dikutip keterangan dari Jaleswari Pramodhawardani dan Democracy Index 2020 in Sickness and In Health dari Economist Intelligence Unit (EIU) pada tahun 2021, Indeks Demokrasi Indonesia peringkat ke-64 secara global, peringkat ke-11 di regional Asia dan Australia. Skor total 6.48 dan digolongkan kategori demokrasi yang belum sempurna. Dari 5 penilaian indikator, Indonesia dapatkan nilai 7,92 untuk proses pluralism dan pemilu, 7,14 fungsi pemerintah, 6,11 partisipasi politik, 5,63 budaya politik demokrasi dan untuk kebebasan sipil 5,59.
Badan Pusat Statistik (BPS) kembali mempublikasikan perhitungan indeks demokrasi. Hasil analisis data yang dibandingkan dengan tahun lalu, indeks ini di bangun oleh 3 aspek yaitu kebebasan sipil, hak politik, dan Lembaga politik, hal ini relatif menurun. Namun, penurunan tersebut tidak dapat mengubah kategorisasi kualitas indeks, tetap menempatkan Indonesia dalam kualitas demokrasi yang sedang.