Sidang prapradilan yang diajukan mantan anggota Komisi II DPR RI, Miryam S Haryani terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (15/5/2017).
Ini merupakan sidang lanjutan setelah pekan lalu Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menunda sidang perdana gugatan prapradilan Miryam karena KPK tidak hadir di sidang.
Hakim pada sidang pekan lalu, Asiadi Sembiring menunda sidang karena Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai pihak tergugat tidak hadir pada sidang hari ini, Senin (8/5/2017). Asiadi memutuskan sidang kembali digelar hari ini.
“Sudah ditentukan, supaya KPK dipanggil lagi secara sah dan patut pada Senin, 15 Mei 2017,” ujar hakim Asiadi, pekan lalu.
(Baca: Miryam S Haryani: Saya Kan Kooperatif, Kok Dibikin DPO?)
Menurut hakim, KPK tidak hadir tanpa alasan. Ia meminta KPK memenuhi panggilan berikutnya.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan bahwa Biro Hukum KPK tidak akan hadir dalam sidang hari ini. Menurut Febri, KPK belum menerima surat panggilan sidang dari PN Jakarta Selatan.
“Informasi yang kami terima dari Biro Hukum, KPK belum menerima panggilan sidang tersebut sampai sekarang,” ujar Febri.
Pengacara Miryam, Aga Khan menganggap KPK sengaja tidak hadir tanpa keterangan dalam sidang perdana praperadilan yang diajukan kliennya untuk strategi mengulur waktu.
“Kan jubir KPK bilang, tahu akan ada praperadilan, akan melakukan strategi-strategi. Mungkin strateginya begini caranya,” ujar Aga.
(Baca: KPK Nilai Alasan Praperadilan Miryam Keliru, Ini Alasannya)
Aga khawatir strategi tersebut akan merugikan kliennya. Ia menduga KPK akan melancarkan cara yang sama seperti sejumlah gugatan praperadilan sebelumnya. Biasanya, KPK mengulur waktu sidang praperadilan untuk melengkapi berkas perkara. Sehingga saat sidang praperadilan dimulai, berkas sudah dilimpahkan ke pengadilan.
Miryam merupakan tersangka kasus dugaan memberi keterangan tidak benar saat menjadi saksi persidangan kasus dugaan korupsi e-KTP dengan dua terdakwa Irman dan Sugiharto.
Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Miryam membantah semua keterangan yang ia sampaikan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) soal pembagian uang hasil korupsi e-KTP. Meski dikonfrontasi oleh tiga penyidik KPK, Miryam tetap pada keterangannya sejak awal persidangan.
Miryam menganggap KPK tidak sah menetapkan dirinya sebagai tersangka karena tuduhan yang disangkakan merupakan wilayah pidana umum. KPK menggunakan Pasal 22 jo Pasal 35 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dalam penetapan tersangka. Di dalamnya diatur pidana terkait memberi keterangan palsu dalam sidang kasus korupsi.
Sumber: Kompas.com