Buntut Glorifikasi – Pedangdut Saipul Jamil yang kini berstatus sebagai Eks Narapidana kasus Pelecehan seksual baru saja menghirup udara bebas dari Lapas Kelas 1 Cipinang, Jakarta Timur pada Kamis, 2 September 2021 lalu. Seperti yang sudah kita ketahui sebelumnya, lelaki kelahiran Banten, 41 tahun silam tersebut tersandung kasus pelecehan seksual anak di bawah umur hingga penyuapan panitera Pengadilan Negeri Jakarta Utara hingga harus mendekam di penjara selama 8 tahun.
Ironisnya, kebebasan sang pedangdut justru disambut meriah bak pahlawan peraih medali emas. Saiful Jamil diarak menggunakan mobil mercedes benz mewah berwarna merah, dengan kalungan bunga serta riuh tepuk tangan dan sambutan para fans yang sudah sedari pagi menunggu kebebasannya. Hal tersebut bahkan diperparah dengan penayangan kebebasan Saiful di sejumlah stasiun tv.
Glorifikasi berlebihan terhadap eks napi pelecehan seksual tersebut dikecam oleh banyak pihak. Tidak hanya sesama rekan selebritis, namun juga sejumlah tokoh politik, organisasi masyarakat hingga sejumlah pakar menyayangkan glorifikasi berlebihan tersebut.
Mengapa Glorifikasi Terhadap Saiful Jamil Dianggap Berlebihan?
Perlu kita garis bawahi bahwa glorifikasi secara harfiah berarti pemuliaan. Secara umum, glorifikasi dapat diartikan sebagai proses atau cara memuliakan sesuatu atau seseorang. Nah, glorifikasi atas kebebasan saiful jamil tentu tidaklah tepat mengingat yang bersangkutan bukanlah pahlawan, atau baru saja melakukan sebuah tindakan yang terpuji. Sebaliknya, yang tengah dirayakan adalah momen kebebasan Eks napi pelecehan seksual. Bagaimanapun dan apapun status si mantan tersangka, tindakan tersebut adalah tindakan yang sama sekali tidak bisa dibenarkan.
Sejumlah pihak bahkan mengecam aksi perayaan berlebihan terhadap bebasnya Saiful Jamil. Bukan tanpa alasan, perayaan tersebut berisko menimbulkan sejumlah hal, seperti:
- Bisa Menjadi “Pemakluman” atas Tindakan Pelecehan Seksual
Kasus pelecehan seksual sejatinya adalah kasus yang tidak boleh dianggap remeh. Rendahnya perlindungan terhadap korban, akses bicara yang terbatas, dan berbagai faktor lain banyak menyebabkan kasus ini terus mengalami peningkatan baik di Indonesia maupun mancanegara. Belakangan, kasus pelecehan seksual mulai kembali terangkat dengan mulai bebasnya akses untuk berbicara dan oknum yang menyuarakan untuk melindungi korban.
Undang-Undang pun mulai mengatur dengan tegas terkait sanksi pelaku pelecehan. Sehingga, kegiatan penyambutan berlebihan kepada eks narapidana kasus pelecehan seksual akan sangat berbahaya karena bisa dianggap sebagai “pemakluman” atau sesuatu yang “Biasa” atas tindakan yang sudah diperbuat. Bukankah hal ini bisa memicu semakin meningkatkan kasus pelecehan seksual di masa mendatang?
- Tidak Adanya Efek Jera Bagi Pelaku
Meski sudah menjalani hukuman, penyambutan bak pahlawan justru tidak akan memberikan efek jera bagi pelaku. Terlepas apakah si pelaku sudah “bertobat” atau menyadari perbuatannya selama menjalani hukuman di penjara, penyambutan seharusnya tidak perlu dilakukan apalagi hingga menjadi konsumsi seluruh masyarakat Indonesia.
- Menimbulkan Trauma kepada Korban
Bagaimanapun juga, tindakan pelecehan seksual akan menimbulkan luka, tidak hanya fisik melainkan juga mental bagi pelaku. Perasaan tertekan dan trauma yang dialami korban mungkin tidak akan bisa sembuh dalam waktu singkat atau bahkan akan terasa seumur hidup. Sehingga, adanya glorifikasi terhadap pelaku atau eks pelaku justru akan menambah luka dan trauma para korban.
Buntut dari Glorifikasi Pembebasan Saiful Jamil
Adanya glorifikasi pembebasan Saiful Jamil menimbulkan banyak kecaman dari banyak pihak. Kecaman tersebut berakibat pada adanya boikot terhadap sang pedangdut untuk muncul di tayangan televisi. Tentu, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) haruslah bertanggung jawab atas hal tersebut.
Sebagai lembaga penyiaran bergengsi di Indonesia, KPI seharusnya lebih ketat dan ikut serta dalam kontrol sosial terhadap apa yang dilakukan oleh Eks napi pelecehan seksual tersebut. Bagaimanapun, tindakan pemakluman atas pelaku pelecehan dan kekerasan seksual sangat tidak boleh dibenarkan serta hak-hak perlindungan terhadap korban harus senantiasa diupayakan.